Prinsip-Prinsip Pembelajaran HAM di SD/MI
Sesuai dengan hakikat pembelajaran anak usia SD/MI diatas, maka prinsip yang digunakan dalam pembelajaran HAM dikembangkan sesuai dengan karakteristik belajar anak.
Sesuai dengan hakikat anak SD/MI dan pendekatan pembelajaran, maka prinsip yang digunakan dalam pembelajaran HAM dikembangkan sesuai dengan karakteristik belajar anak.
Pertama, anak SD/MI belajar secara konkrit sehingga pembelajaran HAM diupayakan secara konrkit pula. Implikasi dari prinsip ini maka pembelajaran HAM bagi anak SD/MI menuntut guru untuk selalu menggunakan media dan sumber pembelajaran yang bersifat konkrit dan dapat ditangkap secara inderawi. Media dan sumber pembelajaran yang dimaksud dapat berupa media dan sumber pembelajaran yang dirancang dan tidak dirancang untuk pembelajaran. Media dan sumber yang direncanakan adalah media dan sumber yang memang dengan sengaja dibuat untuk kepentingan pembelajaran. Sedangkan media dan sumber pembelajaran yang tidak direncanakan adalah segala sumber yang memang tidak disengaja untuk kepentingan pembelajaran. Misalnya jalan raya, pasar, stasiun, dan terminal.  Media dapat juga yang bersifat alami dan buatan.
Kedua, pembelajaran HAM menggunakan prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain. Bermain akan membuat anak berinteraksi dan belajar menghargai hak orang lain. Pola bermain dapat dibedakan menjadi tiga: (a) bermain bebas, (b) bermain dengan bimbingan, dan (c) bermain dengan diarahkan (Sumiarti Padmonodewo, 1995). Bermain bebas adalah suatu bentuk kegiatan bermain yang memberikan kebebasan kepada anak untuk melakukan berbagai pilihan alat dan menggunakannya. Bermain dengan bimbingan  adalah suatu kegiatan bermain dengan cara guru memilihkan alat-alat permainan dan anak diharapkan dapat menemukan  pengertian tertentu. Bermain dengan diarahkan adalah suatu bentuk permainan dengan guru mengajarkan cara menyelesaikan tugas tertentu. Bermain dapat menggunakan alat permainan ataupun tanpa alat permainan. Berbagai permainan dapat digunakan di dalam pembelajaran HAM.
 Ketiga, pembelajaran HAM di SD/MI menggunakan prinsip active learning. Pembelajaran aktif memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak untuk aktif mencari dan memaknai nilai-nilai HAM. Seluruh anggota tubuh dan psikologis anak bekerja  baik melalui belajar individual maupun bekerja sama dalam kelompok. Problem solving akan memberikan tantangan pada anak untuk aktif menyelesaikan masalah tersebut.
Keempat, pembelajaran HAM di SD/MI dilaksanakan dalam suasana  yang menyenangkan. Joyfull learning akan sangat menyenangkan dan membuat belajar anak menjadi ceria, tanpa tekanan, dan menarik.  Guru dapat membuat pembelajaran menjadi menyenangkan dengan memberikan sentuhan akrab, ramah, sambil bernyanyi, dengan gambar, dan lain sebagainya.
Kelima, pembelajaram HAM di SD/MI berpusat pada anak. Artinya anak menjadi subjek pelaku yang aktif di dalam belajar. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam membantu anak mudah mempelajari nilai-nilai HAM. Pembelajaran HAM perlu mempertimbangkan aspek kemampuan dan potensi anak, suasana psikologis dan moral anak.
Keenam, pembelajaran HAM di SD memberikan kesempatan kepada anak untuk mengalami, bukan saja melihat atau mendengar melainkan seluruh panca inderanya dan mental psikologis anak aktif mengalami sendiri dalam kegiatan yang memuat nilai-nilai HAM. Pembelajaran HAM memberikan kesempatan seluas-luasnya pada anak untuk bereksperimen (mencoba) mengalami berbagai kegiatan pembelajaran HAM.
Pembelajaran HAM di SD/MI dapat mengembangkan berbagai keterampilan sosial, kognitif, dan emosional serta spiritual. Multiple intelligence dapat ditumbuh kembangkan dalam pembelajaran HAM sehingga pembelajaran tersebut akan lebih bermakna bagi kehidupan anak.



  Prinsip-Prinsip Pembelajaran HAM di SD/MI
Sesuai dengan hakikat pembelajaran anak usia SD/MI diatas, maka prinsip yang digunakan dalam pembelajaran HAM dikembangkan sesuai dengan karakteristik belajar anak.
Sesuai dengan hakikat anak SD/MI dan pendekatan pembelajaran, maka prinsip yang digunakan dalam pembelajaran HAM dikembangkan sesuai dengan karakteristik belajar anak.
Pertama, anak SD/MI belajar secara konkrit sehingga pembelajaran HAM diupayakan secara konrkit pula. Implikasi dari prinsip ini maka pembelajaran HAM bagi anak SD/MI menuntut guru untuk selalu menggunakan media dan sumber pembelajaran yang bersifat konkrit dan dapat ditangkap secara inderawi. Media dan sumber pembelajaran yang dimaksud dapat berupa media dan sumber pembelajaran yang dirancang dan tidak dirancang untuk pembelajaran. Media dan sumber yang direncanakan adalah media dan sumber yang memang dengan sengaja dibuat untuk kepentingan pembelajaran. Sedangkan media dan sumber pembelajaran yang tidak direncanakan adalah segala sumber yang memang tidak disengaja untuk kepentingan pembelajaran. Misalnya jalan raya, pasar, stasiun, dan terminal.  Media dapat juga yang bersifat alami dan buatan.
Kedua, pembelajaran HAM menggunakan prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya bermain. Bermain akan membuat anak berinteraksi dan belajar menghargai hak orang lain. Pola bermain dapat dibedakan menjadi tiga: (a) bermain bebas, (b) bermain dengan bimbingan, dan (c) bermain dengan diarahkan (Sumiarti Padmonodewo, 1995). Bermain bebas adalah suatu bentuk kegiatan bermain yang memberikan kebebasan kepada anak untuk melakukan berbagai pilihan alat dan menggunakannya. Bermain dengan bimbingan  adalah suatu kegiatan bermain dengan cara guru memilihkan alat-alat permainan dan anak diharapkan dapat menemukan  pengertian tertentu. Bermain dengan diarahkan adalah suatu bentuk permainan dengan guru mengajarkan cara menyelesaikan tugas tertentu. Bermain dapat menggunakan alat permainan ataupun tanpa alat permainan. Berbagai permainan dapat digunakan di dalam pembelajaran HAM.
 Ketiga, pembelajaran HAM di SD/MI menggunakan prinsip active learning. Pembelajaran aktif memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak untuk aktif mencari dan memaknai nilai-nilai HAM. Seluruh anggota tubuh dan psikologis anak bekerja  baik melalui belajar individual maupun bekerja sama dalam kelompok. Problem solving akan memberikan tantangan pada anak untuk aktif menyelesaikan masalah tersebut.
Keempat, pembelajaran HAM di SD/MI dilaksanakan dalam suasana  yang menyenangkan. Joyfull learning akan sangat menyenangkan dan membuat belajar anak menjadi ceria, tanpa tekanan, dan menarik.  Guru dapat membuat pembelajaran menjadi menyenangkan dengan memberikan sentuhan akrab, ramah, sambil bernyanyi, dengan gambar, dan lain sebagainya.
Kelima, pembelajaram HAM di SD/MI berpusat pada anak. Artinya anak menjadi subjek pelaku yang aktif di dalam belajar. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam membantu anak mudah mempelajari nilai-nilai HAM. Pembelajaran HAM perlu mempertimbangkan aspek kemampuan dan potensi anak, suasana psikologis dan moral anak.
Keenam, pembelajaran HAM di SD memberikan kesempatan kepada anak untuk mengalami, bukan saja melihat atau mendengar melainkan seluruh panca inderanya dan mental psikologis anak aktif mengalami sendiri dalam kegiatan yang memuat nilai-nilai HAM. Pembelajaran HAM memberikan kesempatan seluas-luasnya pada anak untuk bereksperimen (mencoba) mengalami berbagai kegiatan pembelajaran HAM.
Pembelajaran HAM di SD/MI dapat mengembangkan berbagai keterampilan sosial, kognitif, dan emosional serta spiritual. Multiple intelligence dapat ditumbuh kembangkan dalam pembelajaran HAM sehingga pembelajaran tersebut akan lebih bermakna bagi kehidupan anak.







Prinsip Prinsip Disiplin dan Punishment pada Level Sekolah dan Kelas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Disiplin bagi peserta didik adalah hal yang rumit dipelajari sebab disiplin merupakan hal yang kompleks dan banyak kaitannya yaitu berkait antara pengetahuan, sikap dan perilaku, kebenaran, kejujuran, tanggung jawab, kebebasan, rasa kasih sayang, tolong menolong dan sebagainya adalah beberapa aturan disiplin kemasyarakatan yang harus dipelajari/diketahui, disikapi dan ditegakkan oleh para siswa. Dalam kaitan ini perlu diingat bahwa (1) disiplin dipertimbangkan sebagai kecenderungan dari para peserta didik menyetujui harapan para guru, (2) disiplin merupakan alat bantu menumbuhkan gagasan mutakhir dan seleksi praktik-praktik baru, dan (3) pelayanan yang layak cenderung menumbuhkan kualitas disiplin. B. Tujuan Pembahasan Setelah mempelajari bab ini anda diharapkan dapat: 1. Mengetahui pengertian disiplin kelas dan punishment, 2. Mengetahui dari mana saja sumber-sumber pelanggaran, 3. Mengetahui apa itu peraturan dan tata tertib kelas, 4. Mengetahui apa itu disiplin pada level sekolah dan kelas, BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Disiplin dan Punisment Disiplin berasal dari bahasa latin, Discere yang berarti belajar. Dari kata ini timbul kata Disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Dan sekarang kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian. Pertama, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peratuaran atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian. Kedua disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, disiplin adalah ketaatan pada peraturan (tata tertib). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah pernyataan sikap mental dari individu maupun masyarakat yang mencerminkan rasa ketaatan, kepatuhan yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas dan kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan. Reward and Punisment diartikan sebagai pemberian penghargaan dan hukuman, penghargaan disini bukan hanya penghargan dalam bentuk materi saja termasuk didalamnya adalah pujian kepada guru yang dipandang disiplin dalam kehadiran dikelas pada kegiatan belajar mengajar dan teguran atau hukuman kepada guru yang sering terlambat masuk kelas. Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Dalam konsep manajemen, reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para pegawai. Metode ini bisa meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. B. Sumber Pelanggaran Siswa yang mengalami proses belajar, supaya berhasil sesuai dengan tujuan yang harus dicapainya, perlu memperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya itu. Adapun faktor-faktor itu dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Faktor internal, ialah faktor yang timbul dari dalam anak itu sendiri. Seperti kesehatan, rasa aman, kemampuan, minat dan sebagainya. 2. Faktor eksternal, ialah faktor yang datang dari luar diri si anak. Seperti kebersihan rumah, udara yang panas, lingkungan dan sebagainya. Pada kenyataannya sebab-sebab pelanggaran disiplin kelas itu sangat unik, bersifat sangat pribadi, kompleks dan kadang-kadang mempunyai latar belakang yang mendalam lain dari pada sebab-sebab yang nampak. Ketidak teraturan selama proses belajar mengajar dapat disebabkan juga oleh masalah yang ditimbulkan oleh para peserta didik. Walaupun demikian, memang ada juga sebab-sebabnya yang bersifat umum, misalnya: 1) Kebosanan dalam kelas merupakan sumber pelanggaran disiplin. Mereka tidak tahu lagi apa yang harus mereka kerjakan karena yang dikerjakan itu ke itu saja. Oleh karena itu, harus diusahakan agar siswa tetap sibuk dengan kegiatan yang bervariasi sesuai dengan taraf perkembangannya. 2) Perasaan kecewa dan tertekan karena siswa dituntut untuk bertingkah laku yang kurang wajar sebagai anak remaja. 3) Tidak terpenuhinya kebutuhan akan perhatian, pengalaman atau keberadaan pribadi siswa/status. Masalah pengelolaan kelas dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu masalah individual dan malah kelompok. Rudlof Dreikurrs dan pearl cassel membedakan empat kelompok masalah pengelolaan kelas individual yang didasarkan pada asumsi bahwa semua tingkah laku individu merupakan upaya pencapaian tujuan pemenuhan keputusan untuk diterima kelompok dan kebutuhan untuk diterima kelompok. Bila kebutuhan ini tidak tercapai melalui cara-cara yang lumrah, maka individu yang bersangkutan akan berusaha mencapainya dengan cara-cara yang lain. Perbuatan-perbuatan untuk mencapai tujuan dengan cara asosial tersebut adalah: a. Tingkah laku yang ingin memdapatkan perhatian orang lain. Misalnya membadut dikelas. b. Tingkah laku yang ingin menunjuikan kekuatan. Misalnya selalu mendebat, atau kehilangan kenadli dan marah-marah. c. Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain. Misalnya berkelahi. d. Peragaan ketidak mampuan, yaitu dalam bentuk sama sekali menolak untuk mencoba melukan apapun karena yakin bahwa hanya keggalan yang menjadi bagiannya. Lois V Johnson dan Mary A. Bany mengemukakan 6 kategori masalah kelompok dalam kedisiplinan pengelolaan kelas. Masalah-masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Kelas kurang kohesif. Misalnya perbedaan jenis kelamin, suku dan tingkatan sosio-ekonomi, dan sebagainya. b. Kelas mereaksi negative terhadap salah seorang anggotanya. Misalnya, mengejek anggota kelas yang dalam pengajaran seni suara menyanyi dengan suara sumbang. c. Membesarkan hati anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok. Misalnya, pemberian semangat pada badut kelas. d. Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang tengah digarap. e. Semangat kerja yang rendah. Misalnya, semacam aksi protes kepada guru karena menganggap tugas yang diberikan kurang adil. f. Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru. Misalnya gangguan jadwal atau guru kelas terpaksa diganti sementara waktu. C. Peraturan dan Tata Tertib Kelas Sikap disiplin yang dilakukan oleh seseorang sebenarnya adalah suatu tindakan untuk memenuhi tuntutan nilai tertentu. Nilai-nilai tersebut diklasifikasikan menjadi: a. Nilai-Nilai Keagamaan atau Nilai-Nilai Kepercayaan b. Nilai-Nilai Tradisional c. Nilai-Nilai Kekuasaan d. Nilai-Nilai SubjektifNilai-Nilai Rasional. Dalam semangat pendekatan pendidikan disiplin hendaknya memiliki basis kemanusiaan dan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip kemanusiaan dan demokrasi berfungsi sebagai petunjuk dan pengecek bagi para guru dala mengambil kebijakan yang berhubungan dengan disiplin. Oleh karena itu, pendekatan disiplin yang dilakukan oleh guru harus: a. Menggambarkan prinsip-prinsip pedagogi dan hubungan kemanusiaan; b. Mengembangkan dan membentuk profesionalisme personel dan sosial lulusan; c. Merefleksikan tumbuhnya kepercayaan dan kontrol dari peserta didik; d. Menumbuhkan kesungguhan berbuat dan berkreasi, baik dikalangan guru dan peserta didik tanpa ada kecurigaan dan kecemasan; e. Menghindari perasaan beban berat an rasa terpaksa dikalangan para peserta didik. Menegakkan disiplin tidak bertujuan untuk mengurangi kebebasan dan kemerdekaan siswa. Menegakkan disiplin justru sebaiknya, ia ingin memberi kemerdekaan yang lebih besar kepada siswa dalam batas-batas kemampuannya. Akan tetapi, juga kalau kebebasan siswa terlampau dikurangi, dikekang dengan peraturan maka siswa akan berontak dan mengalami frustasi dan kecemasan. Disekolah disiplin banyak digunakan untuk mengontrol tingkah laku siswa yang dikehendaki agar tugas-tugas di sekolah dapat berjalan dengan optimal. Disiplin merupakan hal penting yang harus ditanamkan pada anak didik di sekolah sedini mungkin. Sekolah adalah tempat utama untuk melatih dan memahami pentingnya disiplin dalam kehidupan sehari-hari. Dengan peraturan dan tata tertib kelasyang diterapkan setiap hari dan dengan kontrol yang terus menerus maka siswa akan terbiasa berdisiplin. Disiplin merupakan hal penting yang harus ditanamkan pada anak didik di sekolah sedini mungkin. Sekolah adalah tempat utama untuk melatihkan dan memahami pentingnya disiplin dalam kehidupan sehari-hari. Dengan peraturan dan tata tertib kelas yang diterapkan setiap hari dan dengan kontrol yang terus-menerus maka siswa akan terbiasa berdisiplin. Kelas harus mempunyai peraturan dan tata tertib. Peraturan dan tata tertib kelas ini harus dijelaskan dan dicontohkan kepada siswa serta dilaksanakan secara terus-menerus. Peraturan dan tata tertib merupakan sesuatu untuk mengatur perilaku yang diharapkan terjadi pada siswa. D. Disiplin pada Level Sekolah dan Kelas Sekolah, dalam upaya menciptakan disiplin secara nyata sudah barang tentu akan berusaha dan melinatkan berbagai unsur atau pihak. Misalnya: dalam guru dalam memberdayakan semua kebijakan; usaha mengidentifikasi secara jelas sebab-sebab siswa berperilaku menyimpang; bekerja sama secara erat dengan orang tua, dan para pembina atau pendamping sekolah. Sekolah juga menggunakan beberapa pendekatan untuk menanggulangi perilaku menyimpang para siswa melalui manajemen pembelajaran atau kurikuler. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan timbulnya problema disiplin adalah kegaduhan, corak suasana sekoah, pengaruh komunitas yang tidak diinginkan, ketidak teraturan dan ketidak ajegan dalam menerapkan peraturan atau hukum. Tipe-tipe penanggulangan problema disiplin ini biasanya didekati oleh pendekatan teknik manajerial. Misal, Kepala Sekolah dapat meminta staf sekolah, pembina, dan guru untuk mengetahui para siswa dan latar belakangnya, menyusun jadwal sebaik mungkin sehingga tidak terjadi satu kegiatan mengganggu kegiatan lain atau kegiatan berfluktuasi pada saat yang sama, menciptakan suasana seperti di rumah sendiri dengan memodifikasi sekolah secara artistik dengan tanaman hidup agar para siswa betah tinggal di sekolah. Sekolah juga dapat mengurangi problema timbulnya gangguan disiplin dengan menjalin hubungan baik dan kerja sama dengan komunitas lingkungan sekitar dan aparat keamanan lingkungan. Hubungan kerjasama tersebut seperti memberi kesempatan tersebut seperti memberi keempatan kepada masyarakat sekitar memanfaatkan sebagai fasilitas sekolahdan melibatkan mereka untuk ikut serta membangun wilayah sekitar. Disamping itu sekolah secara teratur menyampaikan laporan dan meminta laporan kepada aparat keamanan. Memberi laporan tentang kegiatan sekolah, misal laporan kegiatan penerimaan dan pengumuman penerimaan siswa baru, pengumuman kelulusan evaluasi belajar nasonal (EBTANAS), acara pekan olah raga dan seni dan sebagainya. Meminta laporan tentang situasi keamanan pada setiap saat, dan memberi kesempatan kepada yang berwajib memberi penyuluhan tentang gerakan disiplin nasional, bahaya narkotik, tertib lalu linas dansebagainya. Banyak sekolah menghadapi bermacam-macam gangguan disiplin karena adanya watak suka merusak, perbuatan merusak fasilitas sekolah, merokok, dan penggunaan obat-obat terlarang dari para siswanya. Unsur utama dalam situasi belajar mengajar pada tingkatan sekolah, adalah kepatuhan. Perangsang atau stimulus, datangnya dari guru dalam membentuk pertanyaan atau tugas. Murid hanya menjawab atau melakukannya. Inisiatif anak sebisa mungkin dihambat. Disiplin, terutama bersifat negative dan jalannya pelajaran. Kebanyakan cara-cara mengajar masih dalam tingkatan seperti ini. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Disiplin berasal dari bahasa latin Discere yang berarti belajar. Dari kata ini timbul kata Disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Dan sekarang kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian. Reward and Punisment diartikan sebagai pemberian penghargaan dan hukuman, penghargaan disini bukan hanya penghargan dalam bentuk materi saja termasuk didalamnya adalah pujian kepada guru yang dipandang disiplin dalam kehadiran dikelas pada kegiatan belajar mengajar dan teguran atau hukuman kepada guru yang sering terlambat masuk kelas. Masalah pengelolaan kelas dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu masalah individual dan malah kelompok. Menegakkan disiplin tidak bertujuan untuk mengurangi kebebasan dan kemerdekaan siswa. Menegakkan disiplin justru sebaiknya, ia ingin memberi kemerdekaan yang lebih besar kepada siswa dalam batas-batas kemampuannya. Akan tetapi, juga kalau kebebasan siswa terlampau dikurangi, dikekang dengan peraturan maka siswa akan berontak dan mengalami frustasi dan kecemasan. Disekolah disiplin banyak digunakan untuk mengontrol tingkah laku siswa yang dikehendaki agar tugas-tugas di sekolah dapat berjalan dengan optimal. Dalam prinsip pengajaran yang seringkali diterapkan adalah, bahwa unsur utama dalam situasi belajar mengajar pada tingkatan sekolah, adalah kepatuhan. Perangsang atau stimulus, datangnya dari guru dalam membentuk pertanyaan atau tugas. Murid hanya menjawab atau melakukannya. Inisiatif anak sebisa mungkin dihambat. DAFTAR PUSTAKA Amstrong. Michael, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1991 Roestiyan. Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Jakarta: Bina Aksara, 1982 Imron. Pembinaan Guru di Indonesia, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995 Riyanto. Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009 Arikunto Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993 Rohani, Ahmad. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: PT Asli Mahasatya, 2004 Nasution, dkk. Mengajar dengan Sukses. Jakarta: Bumi Aksara, 1995 Jones, Vern. Manajemen Kelas Komprehensif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012

Copy n Win at: http://bit.ly/copyandwin

 


Prinsip Prinsip Disiplin dan Punishment pada Level Sekolah dan Kelas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Disiplin bagi peserta didik adalah hal yang rumit dipelajari sebab disiplin merupakan hal yang kompleks dan banyak kaitannya yaitu berkait antara pengetahuan, sikap dan perilaku, kebenaran, kejujuran, tanggung jawab, kebebasan, rasa kasih sayang, tolong menolong dan sebagainya adalah beberapa aturan disiplin kemasyarakatan yang harus dipelajari/diketahui, disikapi dan ditegakkan oleh para siswa. Dalam kaitan ini perlu diingat bahwa (1) disiplin dipertimbangkan sebagai kecenderungan dari para peserta didik menyetujui harapan para guru, (2) disiplin merupakan alat bantu menumbuhkan gagasan mutakhir dan seleksi praktik-praktik baru, dan (3) pelayanan yang layak cenderung menumbuhkan kualitas disiplin. B. Tujuan Pembahasan Setelah mempelajari bab ini anda diharapkan dapat: 1. Mengetahui pengertian disiplin kelas dan punishment, 2. Mengetahui dari mana saja sumber-sumber pelanggaran, 3. Mengetahui apa itu peraturan dan tata tertib kelas, 4. Mengetahui apa itu disiplin pada level sekolah dan kelas, BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Disiplin dan Punisment Disiplin berasal dari bahasa latin, Discere yang berarti belajar. Dari kata ini timbul kata Disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Dan sekarang kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian. Pertama, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peratuaran atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian. Kedua disiplin sebagai latihan yang bertujuan mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, disiplin adalah ketaatan pada peraturan (tata tertib). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah pernyataan sikap mental dari individu maupun masyarakat yang mencerminkan rasa ketaatan, kepatuhan yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas dan kewajiban dalam rangka pencapaian tujuan. Reward and Punisment diartikan sebagai pemberian penghargaan dan hukuman, penghargaan disini bukan hanya penghargan dalam bentuk materi saja termasuk didalamnya adalah pujian kepada guru yang dipandang disiplin dalam kehadiran dikelas pada kegiatan belajar mengajar dan teguran atau hukuman kepada guru yang sering terlambat masuk kelas. Reward artinya ganjaran, hadiah, penghargaan atau imbalan. Dalam konsep manajemen, reward merupakan salah satu alat untuk peningkatan motivasi para pegawai. Metode ini bisa meng-asosiasi-kan perbuatan dan kelakuan seseorang dengan perasaan bahagia, senang, dan biasanya akan membuat mereka melakukan suatu perbuatan yang baik secara berulang-ulang. B. Sumber Pelanggaran Siswa yang mengalami proses belajar, supaya berhasil sesuai dengan tujuan yang harus dicapainya, perlu memperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya itu. Adapun faktor-faktor itu dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Faktor internal, ialah faktor yang timbul dari dalam anak itu sendiri. Seperti kesehatan, rasa aman, kemampuan, minat dan sebagainya. 2. Faktor eksternal, ialah faktor yang datang dari luar diri si anak. Seperti kebersihan rumah, udara yang panas, lingkungan dan sebagainya. Pada kenyataannya sebab-sebab pelanggaran disiplin kelas itu sangat unik, bersifat sangat pribadi, kompleks dan kadang-kadang mempunyai latar belakang yang mendalam lain dari pada sebab-sebab yang nampak. Ketidak teraturan selama proses belajar mengajar dapat disebabkan juga oleh masalah yang ditimbulkan oleh para peserta didik. Walaupun demikian, memang ada juga sebab-sebabnya yang bersifat umum, misalnya: 1) Kebosanan dalam kelas merupakan sumber pelanggaran disiplin. Mereka tidak tahu lagi apa yang harus mereka kerjakan karena yang dikerjakan itu ke itu saja. Oleh karena itu, harus diusahakan agar siswa tetap sibuk dengan kegiatan yang bervariasi sesuai dengan taraf perkembangannya. 2) Perasaan kecewa dan tertekan karena siswa dituntut untuk bertingkah laku yang kurang wajar sebagai anak remaja. 3) Tidak terpenuhinya kebutuhan akan perhatian, pengalaman atau keberadaan pribadi siswa/status. Masalah pengelolaan kelas dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu masalah individual dan malah kelompok. Rudlof Dreikurrs dan pearl cassel membedakan empat kelompok masalah pengelolaan kelas individual yang didasarkan pada asumsi bahwa semua tingkah laku individu merupakan upaya pencapaian tujuan pemenuhan keputusan untuk diterima kelompok dan kebutuhan untuk diterima kelompok. Bila kebutuhan ini tidak tercapai melalui cara-cara yang lumrah, maka individu yang bersangkutan akan berusaha mencapainya dengan cara-cara yang lain. Perbuatan-perbuatan untuk mencapai tujuan dengan cara asosial tersebut adalah: a. Tingkah laku yang ingin memdapatkan perhatian orang lain. Misalnya membadut dikelas. b. Tingkah laku yang ingin menunjuikan kekuatan. Misalnya selalu mendebat, atau kehilangan kenadli dan marah-marah. c. Tingkah laku yang bertujuan menyakiti orang lain. Misalnya berkelahi. d. Peragaan ketidak mampuan, yaitu dalam bentuk sama sekali menolak untuk mencoba melukan apapun karena yakin bahwa hanya keggalan yang menjadi bagiannya. Lois V Johnson dan Mary A. Bany mengemukakan 6 kategori masalah kelompok dalam kedisiplinan pengelolaan kelas. Masalah-masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Kelas kurang kohesif. Misalnya perbedaan jenis kelamin, suku dan tingkatan sosio-ekonomi, dan sebagainya. b. Kelas mereaksi negative terhadap salah seorang anggotanya. Misalnya, mengejek anggota kelas yang dalam pengajaran seni suara menyanyi dengan suara sumbang. c. Membesarkan hati anggota kelas yang justru melanggar norma kelompok. Misalnya, pemberian semangat pada badut kelas. d. Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang tengah digarap. e. Semangat kerja yang rendah. Misalnya, semacam aksi protes kepada guru karena menganggap tugas yang diberikan kurang adil. f. Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru. Misalnya gangguan jadwal atau guru kelas terpaksa diganti sementara waktu. C. Peraturan dan Tata Tertib Kelas Sikap disiplin yang dilakukan oleh seseorang sebenarnya adalah suatu tindakan untuk memenuhi tuntutan nilai tertentu. Nilai-nilai tersebut diklasifikasikan menjadi: a. Nilai-Nilai Keagamaan atau Nilai-Nilai Kepercayaan b. Nilai-Nilai Tradisional c. Nilai-Nilai Kekuasaan d. Nilai-Nilai SubjektifNilai-Nilai Rasional. Dalam semangat pendekatan pendidikan disiplin hendaknya memiliki basis kemanusiaan dan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip kemanusiaan dan demokrasi berfungsi sebagai petunjuk dan pengecek bagi para guru dala mengambil kebijakan yang berhubungan dengan disiplin. Oleh karena itu, pendekatan disiplin yang dilakukan oleh guru harus: a. Menggambarkan prinsip-prinsip pedagogi dan hubungan kemanusiaan; b. Mengembangkan dan membentuk profesionalisme personel dan sosial lulusan; c. Merefleksikan tumbuhnya kepercayaan dan kontrol dari peserta didik; d. Menumbuhkan kesungguhan berbuat dan berkreasi, baik dikalangan guru dan peserta didik tanpa ada kecurigaan dan kecemasan; e. Menghindari perasaan beban berat an rasa terpaksa dikalangan para peserta didik. Menegakkan disiplin tidak bertujuan untuk mengurangi kebebasan dan kemerdekaan siswa. Menegakkan disiplin justru sebaiknya, ia ingin memberi kemerdekaan yang lebih besar kepada siswa dalam batas-batas kemampuannya. Akan tetapi, juga kalau kebebasan siswa terlampau dikurangi, dikekang dengan peraturan maka siswa akan berontak dan mengalami frustasi dan kecemasan. Disekolah disiplin banyak digunakan untuk mengontrol tingkah laku siswa yang dikehendaki agar tugas-tugas di sekolah dapat berjalan dengan optimal. Disiplin merupakan hal penting yang harus ditanamkan pada anak didik di sekolah sedini mungkin. Sekolah adalah tempat utama untuk melatih dan memahami pentingnya disiplin dalam kehidupan sehari-hari. Dengan peraturan dan tata tertib kelasyang diterapkan setiap hari dan dengan kontrol yang terus menerus maka siswa akan terbiasa berdisiplin. Disiplin merupakan hal penting yang harus ditanamkan pada anak didik di sekolah sedini mungkin. Sekolah adalah tempat utama untuk melatihkan dan memahami pentingnya disiplin dalam kehidupan sehari-hari. Dengan peraturan dan tata tertib kelas yang diterapkan setiap hari dan dengan kontrol yang terus-menerus maka siswa akan terbiasa berdisiplin. Kelas harus mempunyai peraturan dan tata tertib. Peraturan dan tata tertib kelas ini harus dijelaskan dan dicontohkan kepada siswa serta dilaksanakan secara terus-menerus. Peraturan dan tata tertib merupakan sesuatu untuk mengatur perilaku yang diharapkan terjadi pada siswa. D. Disiplin pada Level Sekolah dan Kelas Sekolah, dalam upaya menciptakan disiplin secara nyata sudah barang tentu akan berusaha dan melinatkan berbagai unsur atau pihak. Misalnya: dalam guru dalam memberdayakan semua kebijakan; usaha mengidentifikasi secara jelas sebab-sebab siswa berperilaku menyimpang; bekerja sama secara erat dengan orang tua, dan para pembina atau pendamping sekolah. Sekolah juga menggunakan beberapa pendekatan untuk menanggulangi perilaku menyimpang para siswa melalui manajemen pembelajaran atau kurikuler. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan timbulnya problema disiplin adalah kegaduhan, corak suasana sekoah, pengaruh komunitas yang tidak diinginkan, ketidak teraturan dan ketidak ajegan dalam menerapkan peraturan atau hukum. Tipe-tipe penanggulangan problema disiplin ini biasanya didekati oleh pendekatan teknik manajerial. Misal, Kepala Sekolah dapat meminta staf sekolah, pembina, dan guru untuk mengetahui para siswa dan latar belakangnya, menyusun jadwal sebaik mungkin sehingga tidak terjadi satu kegiatan mengganggu kegiatan lain atau kegiatan berfluktuasi pada saat yang sama, menciptakan suasana seperti di rumah sendiri dengan memodifikasi sekolah secara artistik dengan tanaman hidup agar para siswa betah tinggal di sekolah. Sekolah juga dapat mengurangi problema timbulnya gangguan disiplin dengan menjalin hubungan baik dan kerja sama dengan komunitas lingkungan sekitar dan aparat keamanan lingkungan. Hubungan kerjasama tersebut seperti memberi kesempatan tersebut seperti memberi keempatan kepada masyarakat sekitar memanfaatkan sebagai fasilitas sekolahdan melibatkan mereka untuk ikut serta membangun wilayah sekitar. Disamping itu sekolah secara teratur menyampaikan laporan dan meminta laporan kepada aparat keamanan. Memberi laporan tentang kegiatan sekolah, misal laporan kegiatan penerimaan dan pengumuman penerimaan siswa baru, pengumuman kelulusan evaluasi belajar nasonal (EBTANAS), acara pekan olah raga dan seni dan sebagainya. Meminta laporan tentang situasi keamanan pada setiap saat, dan memberi kesempatan kepada yang berwajib memberi penyuluhan tentang gerakan disiplin nasional, bahaya narkotik, tertib lalu linas dansebagainya. Banyak sekolah menghadapi bermacam-macam gangguan disiplin karena adanya watak suka merusak, perbuatan merusak fasilitas sekolah, merokok, dan penggunaan obat-obat terlarang dari para siswanya. Unsur utama dalam situasi belajar mengajar pada tingkatan sekolah, adalah kepatuhan. Perangsang atau stimulus, datangnya dari guru dalam membentuk pertanyaan atau tugas. Murid hanya menjawab atau melakukannya. Inisiatif anak sebisa mungkin dihambat. Disiplin, terutama bersifat negative dan jalannya pelajaran. Kebanyakan cara-cara mengajar masih dalam tingkatan seperti ini. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Disiplin berasal dari bahasa latin Discere yang berarti belajar. Dari kata ini timbul kata Disciplina yang berarti pengajaran atau pelatihan. Dan sekarang kata disiplin mengalami perkembangan makna dalam beberapa pengertian. Reward and Punisment diartikan sebagai pemberian penghargaan dan hukuman, penghargaan disini bukan hanya penghargan dalam bentuk materi saja termasuk didalamnya adalah pujian kepada guru yang dipandang disiplin dalam kehadiran dikelas pada kegiatan belajar mengajar dan teguran atau hukuman kepada guru yang sering terlambat masuk kelas. Masalah pengelolaan kelas dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu masalah individual dan malah kelompok. Menegakkan disiplin tidak bertujuan untuk mengurangi kebebasan dan kemerdekaan siswa. Menegakkan disiplin justru sebaiknya, ia ingin memberi kemerdekaan yang lebih besar kepada siswa dalam batas-batas kemampuannya. Akan tetapi, juga kalau kebebasan siswa terlampau dikurangi, dikekang dengan peraturan maka siswa akan berontak dan mengalami frustasi dan kecemasan. Disekolah disiplin banyak digunakan untuk mengontrol tingkah laku siswa yang dikehendaki agar tugas-tugas di sekolah dapat berjalan dengan optimal. Dalam prinsip pengajaran yang seringkali diterapkan adalah, bahwa unsur utama dalam situasi belajar mengajar pada tingkatan sekolah, adalah kepatuhan. Perangsang atau stimulus, datangnya dari guru dalam membentuk pertanyaan atau tugas. Murid hanya menjawab atau melakukannya. Inisiatif anak sebisa mungkin dihambat. DAFTAR PUSTAKA Amstrong. Michael, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1991 Roestiyan. Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Jakarta: Bina Aksara, 1982 Imron. Pembinaan Guru di Indonesia, Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995 Riyanto. Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009 Arikunto Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1993 Rohani, Ahmad. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: PT Asli Mahasatya, 2004 Nasution, dkk. Mengajar dengan Sukses. Jakarta: Bumi Aksara, 1995 Jones, Vern. Manajemen Kelas Komprehensif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012

Copy n Win at: http://bit.ly/copyandwin


0 komentar:

Posting Komentar